PENELUSURAN PERKEMBANGAN DAN PERANAN MUSIK GEREJA
DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PERKEMBANGAN GEREJA
Published On Desember, 12 2012 | By Yusak
Artikel ditulis oleh Ester Gunawan Nasrani
PENGANTAR
Erik Routley menulis
sesuatu yang menarik didalam
bukunya Twentieth Century Church Music :
“Musik Gereja telah mendapat perhatian yang serius dibanding dengan
jenis musik yang lain, karena terbukti bahwa para komposer musik gereja yang
menuliskan karya-karya untuk gereja adalah musikus yang hebat dan mempunyai
kreativitas dan imajinasi yang luar biasa.
Di samping itu juga masa dimulainya suatu musik (sesudah abad ke 16
merupakan masa konflik ) yang mencoba melepaskan diri dari kekangan biara dan
memulai suatu usaha untuk menunjukkan jati dirinya sehingga dapat eksis bersama
dengan seni yang lain.” Pernyataan ini
telah memberikan suatu gambaran bahwa musik gereja telah melalui berbagai macam
ujian untuk eksis di dunia. Dan
perjalanan yang panjang ini membuktikan bahwa eksistensi Musik Gereja itu
berkaitan dengan perjalanan Gereja dan tidak dapat dipisahkan dengan
gereja. Keterikatannya dengan Gereja
yang terutama adalah perannya dalam
liturgi yang dengan kalimat yang gamblang adalah fungsi dan tujuannya dalam
ibadah Gereja. Itulah sebabnya Dr.
Donald J. Hustad dalam bukunya Jubilate mengungkapkan bahwa Musik Gereja adalah
Musik Fungsional (Functional Music).
Dalam hal ini berarti tidak ada musik gereja yang netral, karena
mempunyai visi dan misi yang jelas terlihat melalui fungsi dan tujuannya. Juga pernyataan ini juga membuktikan tidak
ada musik yang netral dalam dunia ini.
Setiap musik yang ditulis secara sadar atau tidak mempunyai tujuan dan
fungsi.
Oleh sebab itu artikel ini ditulis dengan lebih
memperhatikan fungsi musik dalam ibadah yang dipengaruhi oleh budaya, sejarah
Gereja, sejarah musik dll. Tentu saja
akan dibahas secara singkat tentang hubungannya dengan Alkitab yang memberikan
gambaran singkat tentang Peran Allah sebagai Pencipta musik dan hubungannya
dengan musik, sehingga memberikan penjelasan betapa pentingnya musik itu bagi
Allah dan bagi kita.
Selanjutnya dengan tidak mengurangi arti dan peran
sejarah dan budaya harus juga di bicarakan tentang budaya awal yang
mempengaruhi perjalanan musik, yaitu dari budaya Israel kuno dan kemudian pada
masa Perjanjian Baru harus menelusuri budaya Yunani yang dominan diseluruh
kerajaan Romawi hinga masa ini. Hal
inilah yang membuat sejarah musik gereja sangat kompleks dan kadang2 sulit
untuk dipahami serta unik.
ASAL-USUL
MUSIK
Bagi Bangsa Israel dan juga bagi bangsa2 yang
lain musik adalah bagian yang vital baik
pada masa lalu maupun pada masa sekarang.
Karena ia adalah sarana untuk mengkomunikasikan perintah, mewadahi
upacara ritual dan keagamaan, dan juga sebagai alat penghibur. Berdasarkan penemuan benda2 kuno dan teks2
kuno terungkap bahwa musik Bangsa Israel kuno/ Palestina dan sekitar Asia Timur
menyatu hampir di seluruh aspek kehidupan masyarakatnya. Pengorbanan, perayaan kemenangan, dan
aktivitas nubuatan merupakan beberapa contoh yang menunjukkan peranan musik di
dalamnya. Sehubungan dengan asal usul musik semua bapak gereja maupun para ahli
teologia setuju bahwa musik merupakan anugerah Allah kepada manusia. Namun bagi
orang yang memegang keyakinan secara alegory, berdasarkan Yehezkiel
28:11-19 percaya bahwa yang dibicarakan pada bagian ini adalah tentang Lucifer
yang merupakan direktur musik yang ingin memberontak kepada Alah, sehingga musik masuk ke dunia dan
mempengaruhi musik yang bersifat kudus menjadi musik yang profane. Namun apapun
yang diyakini oleh setiap orang, orang kristen percaya bahwa musik berasal dari
Allah.
Bila membicarakan asal-usul musik semua bangsa kuno
percaya bahwa musik itu berasal dari dewa-dewa. Bahkan istilah ‘Musik’ berasal dari nama 9 dewi mitologi Yunani yang menguasai 9
cabang seni, termasuk musik. Karena
musik berasal dari para dewa, maka bangsa-bangsa kuno percaya bahwa musik
mempunyai kuasa atau kekuatan supranatural jika dimainkan atau didengarkan. Hal
ini juga dibuktikan oleh Alkitab. Sebagai contohnya adalah kisah Daud yang
menyembuhkan Saul dari gangguan iblis dengan permainan kecapinya (I Samuel 16:14-23). Berdasarkan keyakinan
ini bangsa kuno percaya bahwa mereka yang mempunyai kemampuan untuk memainkan
musik dianggap setengah dewa atau mempunyai hubungan yang dekat dengan para
dewa, sehingga mereka mendapat tempat yang istimewa dalam masyarakat.
MUSIK DALAM PERJANJIAN LAMA
Istilah
nyanyian, menyanyi dan musik dalam Perjanjian Lama dipergunakan untuk
menjelaskan nyanyian yang dipergunakan untuk memuji Alah, dalam suasana yang
penuh dengan kekhidmatan dan hidup, nyanyian yang dipersembahkan kepada Allah
dengan penuh perasaan, nyanyian yang merupakan
bau-bauan yang harum bagi Alah. Dalam
hal ini fungsi musik dalam Perjanjian Lama adalah musik ibadah. Karena fungsinya yang lebih dominan dalam
ibadah, maka ia harus dilakukan dengan benar, tidak sembarangan, dan harus
dipisahkan atau dibedakan dari musik dunia/sekuler dan pemujaan dewa atau
kultus individu. Bahkan ada beberapa
referensi dalam Alkitab yang menjelaskan bahwa ada musik yang baik dan ada
musik yang berbahaya. Sebagai contoh
musik yang tidak baik dapat dibaca dalam kitab Ayub 30:8-10 ketika Ayub
menjawab pernyataan Bildad bahwa tidak ada seorangpun yang benar di hadapan
Tuhan :” ... Tetapi sekarang aku menjadi sajak sindiran
dan ejekan mereka ...” Pernyataan ini
memberi bukti bahwa musik dapat dipakai untuk hal-hal yang buruk.
Contoh musik yang baik dapat dilihat melalui
pengalaman nabi Elisa dalam II Raja-Raja 3:15-16 yang memperlihatkan pengaruh spiritual musik
dan pengaruhnya bagi para pendengarnya : ”Maka sekarang, jemputlah bagiku
seorang pemetik kecapi. Pada waktu
pemetik kecapi itu bermain kecapi, maka kekuasaan Tuhan meliputi dia .... “
Melalui musik yang dimainkan oleh pemain kecapi, yang merupakan alat
komunikasi, Elisa telah dimampukan oleh Allah untuk menolong Raja Yosafat.
Meskipun demikian tidak dapat dipungkiri bahwa musik
juga berperan dalam kehidupan masyarakat, dimana dalam perayaan yang bersifat
keagamaan maupun di luar itu musik juga sangat berperan. Karena tidak ada
perayaan atau pesta yang tidak menggunakan musik.
Sebagaimana bahasa, musik juga merupakan bentuk
komunikasi yang penting. Alkitab dalam bahasa Ibrani ditulis dalam bentuk
nyanyian yang diilhami oleh Roh Kudus mempunyai prinsip komposisi musik yang
dapat dilihat melalui struktur metriknya. Maksud dari bentuk metrik ini adalah
untuk dinyanyikan seperti juga Mazmur dengan diiringi oleh alat musik petik
semacam harpa. Karena banyak ahli teologia yang percaya bahwa seluruh Alkitab
dalam bahasa Ibrani dapat dibaca dengan dinyanyikan. Berdasarkan pemikiran bahwa
Alkitab Ibrani ditulis dan dirangkai berdasarkan suatu struktur musikal banyak
ahli arkeologi yang melakukan penyelidikan dan menemukan suatu sistem penulisan
musik Ibrani, yang disebut sistem 19
graphemes (19 bunyi).
Menurut Suzanne Haik-Vantoura salah seorang yang dengan gigih menyelidiki
sistem ini digunaan sebagai bunyi musikal lebih dari 5000 ayat Perjanjian
Lama.
Gambar di bawah
ini adalah contoh bagaimana menggunakan sistem bunyi tersebut. Bagian bawah
adalah sistem 19 graphemes yang diyakini sebagai notasi dari ayat ini
Melalui suatu research yang mendalam ditemukan bahwa
Melodi dan struktur Metrik dari Alkitab Ibrani meneguhkan pendapat adanya inti
kesatuan dalam setiap buku yang terdapat dalam Alkitab. Sistem bunyi inilah yang mengikat seluruh
buku dalam Alkitab menjadi suatu kesatuan yang utuh.
Meskipun sistem notasinya sudah ditemukan namun cara
membunyikannya yang benar masih dalam penyelidikan. Ada kemungkinan mirip dengan nyanyian atau
musik dari beberapa suku terasing yang terdapat di daerah Afrika dan Asia.
Mazmur yang disebut sebagai Biblical Psalms dinyanyian
setiap hari di Bait Allah. Cara lain untuk menyanyikan dan memainkan musik
adalah dengan Responsorial Chant; dimana
para pemimpin Lewi menyanyikan (chanting) mazmur dengan iringan berbagai
instrumen musik, menyanyikan satu baris dan jemaat akan menyambung dengan
menyanyikan ayat selanjutnya dan seterusnya.
Cara lain adalah bait mazmur
dinyanyikan /chant oleh satu orang dari mimbar dan sebagai respon jemaat
menyanyikan bagian refrainnya.
Jelas sekali bahwa musik dalam Perjanjian Lama
mempunyai peran penting bagi kehidupan keagamaan orang Israel dan fungsinya adalah untuk mengagungkan Allah
dan berkomunikasi baik dengan Allah maupun dengan sesama manusia. (PRAISE #2).
Sumber : www.majalahpraise.co
SEJARAH MUSIK GEREJA PADA ZAMAN KRISTUS
Published On Desember, 12 2012 | By Majalahpraise
Admin
BUKU NYANYIAN TUHAN YESUS
Tentu saja
orang-orang Kristen yang mula-mula menyanyikan mazmur-mazmur dan pujian-pujian
lain yang terdapat dalam Perjanjian Lama. Dengan kata lain,mereka bernyanyi
dalam budaya Yahudi. Alkitab memberi tahu bahwa setelah Perjamuan Terakhir,
Yesus menyanyikan sebuah nyanyian pujian bersama para murid-muridNya (Matius
26:30 bnd Markus 14:26); kemungkinan besar yang dinyanyikan adalah Mazmur
113-118, yang secara tradisional dinyanyikan pada perayaan Paskah. Ensiklopedi
Alkitab Masa Kini jilid II (hal.121) menjelaskan “Buku doa (Mazmur) inilah
nampaknya yang Dia (Yesus) pakai dalam kebaktian sinagoge, dan buku nyanyianNya
dalam perayaan Bait Suci.”
Dalam
Matius 26:30 dicatat bahwa “Sesudah mereka menyanyikan nyanyian pujian,
pergilah mereka ke Bukit Zaitun.” Terjemahan KJV (King James Version) : And
when they had sung an hymn, they went out into the mount of Olives. Terjemahan
Yunani : kai {dan} humnê`easantes {menyanyikan `hymne`} exê`ealthon {mereka
pergi} eis {ke} to oros {gunung/ bukit} tô`f4n elaiô`f4n {zaitun}.
Kitab Talmud
Yahudi menjelaskan adanya tradisi menyanyikan mazmur dalam Bait Allah kedua.
Rupanya Tuhan Yesus dan para muridNya masih memakai kitab ini sebagai buku doa
dan songs book mereka.
TIGA JENIS NYANYIAN GEREJA MULA-MULA
Rasul Paulus
membantu kita untuk mengenal jenis lagu yang beredar ketika gereja mula-mula
lahir. Dia mencatatnya dalam Efesus 5:19 : “dan berkata-katalah seorang kepada
yang lain dalam mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani. Bernyanyi dan
bersoraklah bagi Tuhan dengan segenap hati.” Terjemahan KJV : Speaking to
yourselves in psalms (Yun : psalmois) and hymns (Yun : humnois) and spiritual
songs (Yun : ô`f4dais), singing and making melody in your heart to the Lord.
Tiga jenis nyanyian ini pun ditulis lagi dalam Kolose 3:16 sebagai : Mazmur,
Puji-pujian dan Nyanyian rohani.
Secara
singkat dapat dijelaskan bahwa “Mazmur", Yunani: dari kata
(memetik dengan jari), adalah syair yang dinyanyikan, biasanya diiringi
dengan musik. Sedangkan "Kidung puji-pujian", Yunani dari kata •`5f•`5f•`5f•`5f - hudeô`f4 (mengadakan
peringatan, perayaan), adalah lagu yang berisi pujian kepada Allah, pahlawan,
orang-orang besar. Seperti yang ditulis di atas, saat sebelum kematianNya,
Yesus Kristus pun "menyanyikan kidung puji-pujian" bersama dengan
para muridNya, satu hari sebelum ke taman Getsemani di bukit Zaitun.
Nasehat
Yakobus kepada jemaat di Yerusalem bahwa kalau seseorang bergembira, baiklah ia
menyanyi merupakan hal biasa dilakukan jemaat mula-mula sebagai ekspresi syukur
dan sukacita mereka.
Tetapi
sebaliknya dalam Kisah Para Rasul 16:25 ditulis bahwa Paulus dan Silas malah
menyanyikan puji-pujian di dalam penjara di Filipi. Dalam terjemahan KJV : And
at midnight Paul and Silas prayed, and sang praises unto God: and the prisoners
heard them. Dalam bahasa Yunani diterjemahkan jenis nyanyian yang
dikumandangkan mereka adalah Hymne atau Kidung Pujian (Yunani : humnoun =
menyanyikan nyanyian pujian `hymne)`. Seperti apakah puji-pujian ini? Tidak
mungkin kita mengatakannya dengan pasti, namun dapat dipastikan bahwa mereka
menyanyikan pujian ang memuliakan
namaNya, sekaligus lagu ini sebagai ungkapan rasa syukur mereka kepada Tuhan
dalam segala hal yang mereka alami. Tentu dalam keadaan seperti itu, pujian
yang dinaikkan bukan hanya di bibir saja, tetapi keluar dari hati mereka,
bahkan mereka menyanyi dengan suara yang nyaring karena “orang-orang hukuman
lain mendengarkan mereka.” Dan Allah tunjukkan KuasaNya pada mereka dengan cara
melepaskan mereka dari penjara. Ada kuasa di atas kidung Pujian (Hymne) juga.
Nah kalau
arti "Nyanyian Rohani", Yunani
adalah istilah umum untuk "lagu". Untuk membuat kata ini
menjadi lebih spesifik biasanya ditambahkan keterangan seperti `ô`f4dê`ea
pneumatikos`, "lagu rohani"; `ô`f4dê`ea kainos`, "nyanyian
baru" (Wahyu 5:9;14:3); `ô`f4dê`ea mô`f4seus`, "nyanyian Musa"
(Wahyu 15:3). Dalam Tafsiran Alkitab Masa Kini jilid 3 (hal. 681) dijelaskan :
“Bruce menyarankan bahwa yang pertama (Kidung pujian) boleh jadi adalah
nyanyian puji-pujian dan kedua (Nyanyian rohani) adalah nyanyian-nyanyian yang
tidak direncanakan lebih dahulu.”
Lukas
mencatat sejumlah nyanyian yang terbit dengan spontan. Nyanyian-nyanyian ini
begitu penuh sukacita sehingga sering kali diulang oleh orang-orang Kristen
yang mula-mula. Nyanyian-nyanyian ini juga terdapat di antara nyanyian yang
dinyanyikan dewasa ini. Di antaranya terdapat: "Magnificat” (bahasa Latin
: Magnificat anima mea Dominum), nyanyian pujian dari Maria ketika mendengar
bahwa ia akan melahirkan Sang Juruselamat (Lukas 1:46-55); "Benedictus”,
sukacita Zakharia atas kedatangan sang Mesias (Lukas 1:66-79); “Nunc Dimittis”,
ucapan syukur Simeon yang penuh sukacita karena pada akhimya Juruselamat telah
datang (Lukas 2:29-32) dan "Gloria in Excelsis," nyanyian pujian para
malaikat kepada Allah (Lukas 2:14). Lagu “Gloria in Excelsis” ini untuk pertama
kalinya didengar dalam bentuk paduan suara malaikat. Tetapi lambat laun umat
Kristen menyanyikannya juga. Lagu ini telah berkembang sedemikian rupa sehingga
menjadi salah satu lagu kesayangan umat Kristen. Sejarah gereja mencatat bahwa
banyak martir yang menghadapi kematian sambil mendendangkan lagu ini di bibir
mereka.
Perbedaan
isi dari Kidung Pujian (Hymne) dan Nyanyian/Lagu Rohani dijelaskan oleh Warren
W. Wiersbe sebagai berikut : “Puji-pujian adalah nyanyian pujian bagi Allah
yang ditulis oleh orang-orang percaya yang tidak diambil dari kitab
mazmur…`85Lagu-lagu rohani adalah ungkapan kebenaran Alkitab selain mazmur dan
puji-pujian. Bila kita menyanyikan puji-pujian, kita mengungkapkannya kepada Tuhan;
bila kita menyanyikan lagu rohani, kita mengungkapkannya kepada sudara-saudara
seiman kita.” Walau komentar ini tidak sepenuhnya dapat dibuktikan, namun bisa
memperkaya wacana kita akan jenis lagu-lagu tersebut.
Nyanyian
umat tebusan di Surga dalam Wahyu 4:11dan 5:9-14 kemudian dijadikan lirik pada gereja mula-mula, "Ya Tuhan dan
Allah kami, Engkau layak menerima puji-pujian dan hormat, dan kuasa, sebab
Engkau telah menciptakan segala sesuatu; dan oleh karena kehendak-Mu semuanya
itu ada dan diciptakan," dan seterusnya.
Lagu-lagu
Kristen mula-mula lainnya ditulis sesudah masa penulisan kitab Perjanjian Baru.
Clement I (±`b1 30-96 M) dari Roma (beda dengan
Clement dari Alexandria), yang adalah murid dari rasul Petrus dan Paulus,
membantu menyelesaikan perselisihan di jemaat Korintus melalui suratnya Surat
Kepada Umat di Korintus, salah satu pasal-pasal yang paling menyolok dalam
surat tersebut adalah puji-pujian terhadap keseimbangan alam di bumi. Clement,
sebagai seorang Paus, seorang mistis, dan sekaligus seorang seniman dalam
hatinya, menyaksikan dunia yang dipenuhi oleh kemuliaan Tuhan: hasil ciptaan
yang mencerminkan persatuan dan keharmonisan Trinitas Maha Kudus, dan
menunjukkan suatu model bagi persatuan dan harmoni dalam Gereja. (Yis/PRAISE
#8).
Sumber : www.majalahpraise.com
Bersambung : SEJARAH MUSIK GEREJA PADA ABAD PERMULAAN
SEJARAH MUSIK GEREJA PADA ABAD PERMULAAN
Setelah kita membahas sejarah musik sebelum masa
Kristus (PRAISE 7) dan pada zaman Kristus (PRAISE 8), maka mulai edisi ini kita
akan menelusuri sejarah musik Gereja setelah masa Kristus. Musik Gereja telah
beradaptasi sesuai zamannya, mulai dari abad permulaan (th 100 – 900), abad
pertengahan (th 900 – 1500), zaman Renaissance (th 1450 – 1700), zaman Barok
(th 1600 – 1750), zaman Klasik (th 1750 – 1820), zaman Romantik (th 1820 –
1900), zaman modern (th 1900 – 1970), dan zaman kontemporer (th 1970 –
sekarang). Kali ini akan diurai tentang musik Gereja pada abad permulaan (th
100 – 900).
Sesudah Bait Allah dihancurkan pada tahun 70 AD, ada
hal-hal yang positif terjadi bagi kemajuan agama Kristen, khususnya di bidang
nyanyian rohani. Injil sekarang tidak lagi berada di bawah pengaruh Yahudi,
karena bangsa-bangsa bukan Yahudi banyak yang menganut Kristen. Sejarah
mencatat tahun 70 – 132 kekuatan dari rasa nasionalis bangsa Yahudi dihancurkan
oleh bangsa Romawi. Dan sebagai akibatnya, putuslah hubungan antara
upacara-upacara Yahudi dengan upacara Kristen.
Dalam tiga abad permulaan (kira-kira 300
thn), karena adanya penganiayaan terhadap orang-orang Kristen, maka mereka
mengadakan pertemuan secara rahasia di tempat yang tersembunyi. Barulah setelah
Edik Milano (th 313), dimana Kaisar Konstantinus memberi ijin kebebasan
beribadah kepada jemaat, bahkan Kristen menjadi agama resmi Negara,
nyanyian-nyanyian Kristen mulai berkembang sebagai ekspresi kegembiraan karena
kebebasan yang telah mereka terima. Pada kesempatan inilah jemaat mulai
berinovasi untuk mengembangkan pola ibadah, liturgi, dan musik. Yang kemudian
kita mengenal dua tokoh besar yang mengembangkan liturgi dan himne yaitu
Ambrosius (th 340 – 397) dan Gregorius Agung (th 590 – 604).
Adanya perubahan sikap dan perlakuan terhadap cara
menyanyi jemaat dalam ibadah. Awalnya nyanyian jemaat dalam ibadah hanya Mazmur
saja. Kemudian berkembang dengan adanya himne. Nyanyian yang diciptakan oleh
kedua tokoh ini sangat mempengaruhi perkembangan musik barat pada zaman-zaman
selanjutnya.
Ambrosius
dilahirkan tahun 340, diangkat menjadi bishop di Milano tahun 374 dan meninggal
dunia tahun 397. Dilahirkan dari keluarga bangsawan dan mendapat pendidikan
tinggi, seorang yang fasih lidah dan seorang guru yang hebat. Seorang muridnya
yang sangat menonjol adalah Agustinus yang dibaptis olehnya juga. Tokoh
ortodoks ini yang menggunakan cara menyanyi antiphonal (saling bergantian oleh
paduan suara) di gereja barat pada abad ke-4. Cara menyanyi seperti ini
menyebar mulai dari Milano hingga ke Roma, dimana secara resmi cara menyanyi
ini diakui oleh Paus Celectine I (th 422 – 432). Cara menyanyi secara
antiphonal telah lama dipraktekkan di gereja timur.
Pada abad
ke-4, Ambrosius, uskup Milano menambah himne-himne di dalam perbendaharaan lagu
gereja. Himne-himne ini merupakan suatu tantangan bagi gereja karena untuk
pertama kalinya dipakai nyanyian yang teksnya tak berdasarkan Alkitab ditambah
lagi lagu dari Eropah Timur ini bernada cukup lincah. Hingga pada abad ke-7
dimana Paus Gregorius (th 594 – 604) menyeleksi dan mengatur lagu ibadah yang
boleh dipakai serta melarang yang dianggap kurang cocok. Sehingga lagu-lagu
gereja yang disebut “Lagu Gregorian” mulai diperkenalkan.
Namun
demikian pada zaman ini belum ada sistem notasi seperti yang kita kenal
sekarang, misalnya harga not, birama, irama, tempo, ritme, dan lain sebagainya.
Nada yang digunakan adalah tangga nada Yunani yang dikembangkan oleh Ambrosius
dan diolah kembali oleh Gregorius menjadi delapan tangga nada (Doris, Frigis,
Lidis, Miksolodis, Hipo-doris, Hipo-frigis, Hipo-lidis, Hipo-miksolidis).
Nyanyian
yang diciptakan oleh kedua tokoh ini sangat mempengaruhi perkembangan musik
barat pada zaman-zaman selanjutnya. Ambrosius dilahirkan tahun 340, diangkat
menjadi bishop di Milano tahun 374 dan meninggal dunia tahun 397. Dilahirkan
dari keluarga bangsawan dan mendapat pendidikan tinggi, seorang yang fasih
lidah dan seorang guru yang hebat. Seorang muridnya yang sangat menonjol adalah
Agustinus yang dibaptis olehnya juga. Tokoh ortodoks ini yang menggunakan cara
menyanyi antiphonal (saling bergantian oleh paduan suara) di gereja barat pada
abad ke-4. Dari Milano, cara ini mulai menyebar ke Roma, dimana secara resmi
cara menyanyi ini diakui oleh Paus Celectine I (th 422 – 432). Cara menyanyi
secara antiphonal telah lama dipraktekkan di gereja timur.
Pada abad
ke-4, Ambrosius, uskup Milano menambah himne-himne di dalam perbendaharaan lagu
gereja. Himne-himne ini merupakan suatu tantangan bagi gereja karena untuk
pertama kalinya dipakai nyanyian yang teksnya tak berdasarkan Alkitab ditambah
lagi lagu dari Eropah Timur ini bernada cukup lincah. Hingga pada abad ke-7
dimana Paus Gregorius (th 594 – 604) menyeleksi dan mengatur lagu ibadah yang
boleh dipakai serta melarang yang dianggap kurang cocok. Sehingga lagu-lagu
gereja yang disebut “Lagu Gregorian” mulai diperkenalkan.
Namun demikian pada zaman ini belum ada sistem notasi
seperti yang kita kenal sekarang, misalnya harga not, birama, irama, tempo,
ritme, dan lain sebagainya. Nada yang digunakan adalah tangga nada Yunani yang
dikembangkan oleh Ambrosius dan diolah kembali oleh Gregorius menjadi delapan
tangga nada (Doris, Frigis, Lidis, Miksolodis, Hipo-doris, Hipo-frigis,
Hipo-lidis, Hipo-miksolidis). (Yis/PRAISE #9).
Sumber : www.majalahpraise.com
Bersambung : MUSIK GEREJA ABAD PERTENGAHAN (450M –
1400 M)
SEJARAH MUSIK GEREJA ABAD PERTENGAHAN (450M – 1400 M)
Published On Desember, 12 2012 | By Majalahpraise
Admin
Musik abad pertengahan dimulai dari jatuhnya kerjaan
Romawi dan berakhir sekitar tahun 1400, bersamaan dengan dinmulainya musik era
Renaissance.
Yang menonjol pada masa ini adalah perkembangan budaya
Gereja Barat yang disebut dengan budaya Gothik, ditandai dengan banyaknya
perkembangan katedral-katedral bergaya Gothik (busur Gothik yang ke atas
mencerminkan kontras antara Surga dan dunia. Surga dianggap sebagai dunia yang
“jauh di sana”, dari sana datanglah cahaya rahmat ke dunia ini). Perkembangan
kota selalu bersumber dari gereja/biara. Perkembangan kota biasanya selalu
mengelilingi gerej/biara sebagai pusatnya. Hal ini disebabkan kekristenan
berkembang pesat di masyarakat Eropa. Agama Kristen, kebudayaan Yunani-Romawi,
serta tradisi di Eropa utara mempengaruhi kebudayaan Eropa. Seluruh hidup
masyarakat diatur oleh agama Kristen. Para biarawan/wait selalu dianggap
sebagai kaum intelektual. Banyak sekolah-sekolah khusus musik dibangun,
contohnya Notre Dame School di Paris yang sangat terkenal dari tahun 1150
sampai dengan 1250. Sehingga ada tiga kelas social yang menjadi tatanan hidup,
khususnya bangsa Eropa Barat di abad pertengahan: kaum bangsawan, kaum
Rohaniawan/wati, dan kaum petani/pedagang.
BERMULA DARI ROMA
Musik abad
ini bermula pada Gereja Roma Katolik di barat (Eropa Barat). Musik ini
digunakan dalam ibadah terutama di katedral dan biara, biasanya diyanyikan oleh
para biarawan/wati. Musik gereja pada abad ini biasanya disebut dengan istilah
musik Gregorian [seperti paus Roma yang berhasil mengatur kembali liturgi
Katolik yaitu St. Gregorious Agung (590 – 604 M)], yang bersifat plainchat
(musik polos). Kebanyakan musik vocal, karena gereja tidak mengijinkan
penggunaan alat musik dalam ibadah. Hal itu disebabkan pada awalnya alat musik
biasa dipaaki oleh kaum penyembah berhala untuk ritual ibadah mereka bagi para
dewa. Baru setelah tahun 1100 instrumen musik muai diperbolehkan penggunaannya
dalam gereja: orgel pipa. Pada masa ini musik terbagi dalam dua kategori: musik
gereja (sacral) dan musik sekuler.
MUSIK MONOFONIK
Seperti yang
dijelaskan di muka, musik Gregorious sangat dominant pada abad ini. Musik yang
bersifat monofonik (satu suara) ini dinyanyikan dalam bahasa Latin tanpa
iringan musik. Musik yang disebut plainchart ini digunakan untuk peribadatan,
baik Misa (Minggu) maupun ibadah harian (ofisi). Musik ini mementingkan vocal.
Tujuannya untuk mencapai kekhidmatan kebaktian. Karakteristik dari musik
Gregorian adalah non-metrikal (tidak berirama) dan memakai tangga nada Gerejawi
(seperti Doris, Frigis, Lydis, Mixolydis, dsb – lihat PRAISE 9). Musiknya ada
yang rumit (melismatis) serta ada pula yang merupakan kombinasi dari keduanya.
Biasanya untuk misa lebih rumit dibandingkan musik untuk ibadah harian. Namun
demikian dibandingkan lagu-lagu sekuler lainnya, lagu Gregorian bersifat
lembut, menggambarkan dunia lain dan mewakili suara gereja.
MUSIK SEKULER
Di samping
lagu-lagu Gregorian yang mendenominasi, terdapat pula musik di luar gereja yang
disebut musik sekuler, yang syairnya ditulis oleh para Bangsawan Perancis. Di
Perancis selatan disebut dengan istilah Troubadours, di Perancis utara disebut
dengan istilah Trouvers dan minnesinger di Jerman dan Australia.
Terdapat
1650 lau-lagu Troubadour dan Trouvers yang berhasil diselamatkan, notasinya tak
memberi petunjuk adanya ritme, tetapi banyak di antarnya bersifat regular
(teratur) dengan tanda-tanda beat (ketukan) secara jelas. Dengan demikian lagu
sekuler ini sangat berbeda dengan ritme Gregorian yang bersifat bebas dan
non-metrikal.
Isi dari
musik-musik sekuler yang disebut musik popular ini biasanya bertemakan
kepahlawanan atau perjuangan sebagaimana pada masa ini terdapat banyak
perang-perang terutama perang salib. Tema lain yang disukai adalah tentang
cinta atau romantisme, biasaya berupa pujian atau keluhan dari kekasih kepada
pasangannya. Tma lain yang cukup berkembang adalah Lamentatio atau sebuah
kidung ratapan mengenaii kematian dari Bangsawan atau orang yang disegani atau
yang dikasihi. Contoh jenis musik sekuler dalam masa ini: Alba (nyanyian pagi),
Pastourelle (nyanyian gembala dan Estampie (musik dansa).
MUSIK POLYFONIK
Untuk
berabad-abad lamanya, tradisi musik barat pada dasarnya adaah monofonik (satu
suara), memiliki hanya satu garis melodi saja, tetapi tahun 700 dan 900 para
pendeta mulai menambahkan garis melodi kedua untuk nyanyia Gregorian dalam
paduan suara di biara-biara mereka sehingga menjadi bentuk musik polyfonik. Hal
ini disebut sebagai musik organum. Musik organum adalah terdiri dari melodi
plainchat yang ditambahkan rangkaian nada lain yang dibunyikan pada waktu
bersamaan. Jenis musik ini berkembang di katedral Notre Dame, Paris, Prancis
yang dibangun pada tahun 1163-1235.
Pada mulanya
melodi kedua ini bersifat improvisasi dan tidak tertulis. Hanya duplikasi dari
melodi semula dan dinyanyikan dalam pitch yang berbeda. Walaupun demikian, para
pendengar musik pada zaman itu mengalami kejutan mendengarkan musik ibadah
dimana garis melodi pokoknya. (dari berbagai sumber/Yis/PRAISE #10).
Sumber : www.majalahpraise.com
Bersambung : MUSIK GEREJA PADA MASA RENAISSANCE
(1450-1700)
MUSIK GEREJA PADA MASA RENAISSANCE (1450-1700)
Published On Desember, 12 2012 | By Majalahpraise
Admin
Musik era ini adalah musik di antara tahun 1400 sampai
tahun 1600. Di Era ini manusia menjadi sadar akan martabatnya sebagai pribadi.
Hal ini berhubungan dengan aliran humanisme yang mengetegahkan kembali ajaran
dan kesenian Yunani. Akibatnya ialah bahwa manusia sedekit demi sedikit melepaskan
diri dari ikatan gerejani dan sosial yang menentukan hidup dalam abad-abad
pertengahan. Maka manusia menemukan kekayaan dalam dunia dan dalam
diri-sendiri. Terjadi suatu kelahiran kembali (renaissance): 1492 Colombus
menemukan benua Amerika yang membuka jalan untuk memperluas ekonomi dan
sekaligus iman kristiani. Tahun 1511 Pedagang Portugis sampai di Indonesia dan
mulai kolonisasi di Asia Tenggara. Tahun 1650 Pedagang Belanda mengusir mereka
dan melanjukan kolonialisme terutama di Indonesia. Sebagai akibatnya
berkembanglah kota-kota di Eropa sebagai
pusat perdagangan, kerajinan dan pertukangan. Hidup masyarakat mulai berpusat
di kota-kota yang terlindung dengan fasilitas-fasilitas yang menjamin hidup
lebih mewah. Negara-negara tertentu menjadi kuat, termasuk Italia yang menjadi
negara gereja di bawah pimpinan Sri Paus. Di satu pihak di sinilah kesenian
diperkembangkan, di lain pihak sekaligus hidup moral dan rohani mundur. Hal ini
antara lain mendatangkan reformasi (1519) yang dilanjutkan dengan kontra
reformasi (ordo Jesuit didirikan 1520, Konsili Trente 1545-1563).
MUSIK INSTRUMENTAL
Renaissance
dapat juga diartikan sebagai periode dalam Sejarah Eropa Barat dimana manusia
mulai melakukan eksplorasi terhadap dunia, baik melalui perjalanan atau penjelajahan
ke Timur maupun ke Selatan belahan bumi, tetapi mereka juga gemar mengembangkan
ilmu pengetahuan dan kesenian. Oleh karena pikiran manusia menjadi semakin
bebas, maka musik sekuler mulai muncul dan berkembang pula musik-musik
instrumental yang semula kurang mendapatkan tempat di lingkungan tradisi
gereja. Instrumen musik yang digunakan pada era ini sangatlah bervariasi dan
beberapa masih dipakai hingga saat ini. Secara garis besar, instrumen musik
pada era renaissance dapat dibagi menjadi brass, strings, perkusi, dan
woodwind. Instrumen brass yang terkenal adalah slide trumpet, cornett, trumpet,
dan sackbut. Alat musik string yang terkenal adalah viol, lyre, irish harp, dan
hurdy gurdy. Alat musik perkusi yang terkenal adalah tamborin dan jew’s harp,
yang sangat terkenal untuk melamar kekasih mereka pada era renaissance. Lalu
alat musik woodwind atau alat musik tiup dari kayu yang terkenal adalah shawm,
read pipe, hornpipe, bagpipe, panpipe, transverse flute, dan recorder. Bahkan
recorder masih diajarkan di sekolah dasar hingga saat ini.
Tetapi
musik gereja tetap sangat penting dan gaya polifonik vokal sangat berkembang
pada periode ini. Bahkan bisa dikatakan masa puncak perkembangan musik
polifonik (gaya kejar-kejaran) adalah masa renaissance. Ciri-ciri musik
polifonik adalah semua suara berdikari, sedapat-dapatnya dengan saling
menirukan (kanon dan tehnik imitasi). Kesenian ini merupakan hasil kesatuan
dari berbagai unsur musik dari seluruh Eropa, karena para pengarang menjelajah
daerah-daerah sambil mempelajari gaya musik lokal dan mengarang di situ. Kalau
polifonik dalam abad-abad pertengahan tidak berpangkal dari syair, tetapi
merupakan suara tambahan, tidak mempedulikan keindahan bunyi, bisa dikatakn
apalagi iramanya pelit, kini bunyi yang indah makin menentukan. Bunyi bersama
diperhatikan, dalam musik dicari dan diungkapkan arti bahasa, arti bunyi kata.
Musik menjadi makin manusiawi!
Yang
menarik disimak adalah Lagu Gregorian dalam masa renaissance mengalami suatu
perkembangan. Bahkan timbul tangga nada gregorian yang baru, ionis dan elois
yang kemudian menjadi Mayor dan minor. Misa de Angelis dan Salveregina ditulis
dengan tangga nada yang sudah mirip dengan Mayor. Selain itu timbul banyak
sekuensi baru terutama untuk pesta-pesta orang kudus. Menjadi biasa juga untuk
memberi kata baru pada nada-nada yang dilengkung (tropus). Namun di lain pihak
lagu Gregorian mundur dan dirasa sebagai lagu wajib yang kalah bagusnya
terhadap lagu polifonik.Dalam reformasi di gereja Protestan musik mendapat
kedudukan baru: Berpangkal dari imamat umum, maka seluruh umat menjadi
pelaksana liturgi. Maka timbulah nyanyian umat dalam bahasa pribumi (Koral).
Martin Luther (1483-1546) sendiri mengarang sejumlah koral dan mengambil alih
banyak lagu profan dengan memberi lirik rohani (Kontafaktur). Lagu dengan satu
suara diperkembangkan menjadi motet (Michael Praetorius 1571-1621). Musik
orgelpun mulai berkembang.
JENIS MUSIK
Genre musik pada era ini sangatlah bervariasi. Genre
yang sangat terkenal adalah mass, motet (Motet, suatu pengolahan teks secara
polifonik, potongan demi potongan, dengan motif yang lain-lain, sesuai dengan
arti teks. Tehnik imitasi main peranan besar), madrigal spirituale, dan juga
laude. Musik sekuler juga memainkan lagu dari satu ataupun banyak suara seperti
frottola, chanson, dan madrigal. Genre musik vocal sekuler adalah madrigal,
frottola, caccia, chanson, rondeau, virelai, begerette, ballade, musque
mesuree, canzonetta, villancico, villanelle, villotta, dan juga lute song.
Selain itu, masih ada juga genre-genre seperti toccata, prelude, ricercar,
canzone, intabulation, basse dance, pavane, galliard, allemande, dan courante
yang membuat musik era renaissance menjadi lebih semarak dan meriah. Pada akhir
era renaissance, juga terdapat banyak lagu opera seperti monody, madrigal
comedy, dan juga intermedio.
KOMPOSER ZAMAN RENAISSANCE
Era renaissance juga melahirkan komposer-komposer
kenamaan eropa. Pada masa awal renaissance, ada komposer ternama seperti Leonel
Power, John Dunstable, Gilles Binchois, dan Guillaume Dufay. Nama-nama seperti
Pierre de La Rue, Antoine de Fevin, Antonius Divitis, dan Cipriano de Rore
dapat Anda temukan di masa pertengahan renaissance. Lalu masih ada juga nama
Johannes de Fossa, William Byrd, Tomas Luis de Victoria, Philippe Rogier, dan
Carlo Gesualdo yang Berjaya di akhir era renaissance. Masih banyak lagi
komposer-komposer kenamaan yang membuat era renaissance yang meskipun dikenal
kurang produktif, namun berhasil membuat era tersebut menjadi awal dari musik
modern yang sangat terkenal. Musik-musik era renaissance meskipun sangat kurang
dalam hal kuantitasnya, namun sangat bagus dalam hal kualitasnya.
Masyarakat
kota kini berkembang seni lagu rakyat. Memang dalam masa renaissance masyarakat
mulai berpartisipasi dalam musik. Maka di samping musik rohani/gereja kini
berkembanglah pula nyanyian duniawi /sekuler serta musik tari ; Chanson,
Villanelle, Madrigal, nyanyian koor. Bahkan sudah lahir pula satu bentuk musik
yang baru berkembang dalam masa Barok : Opera. (Yis/PRAISE # 11).
Sumber : www.majalahpraise.com
Bersambung : MUSIK GEREJA PADA MASA BAROK (1600-1750)
MUSIK GEREJA PADA MASA BAROK (1600-1750)
http://www.majalahpraise.com/musik-gereja-pada-masa-barok-%281600-1750%29-510.html
Musik era Barok dimulai pada tahun 1600 dan berakhir
pada tahun 1750. Arti dari Barok (baroque) sendiri adalah mutiara yang tidak
berbentuk. Makna ini juga menggambarkan arsitektur musik pada masa ini yang
sangat abstrak. Musik klasik sangat mendominasi di zaman ini, sehingga masa
Barok juga disebut sebagai era musik klasik Eropa. Awalnya memang berpangkal
dari Italia, kemudian gaya Barok meluas ke seluruh Eropa dengan menentukan
segala bidang seni: Seni sastra dan drama (Moliere, Cerventes, Angelus
Silesius, Grimmelshausen, A Elsheimer), arsitektur (Bernini, Fischer von
Erlach, Baltasar Neumann) dan musik. Gaya Barok bercirikan perpaduan
antara kemewahan dunia dan suasana Surga.
Hal tersebut terlihat pada gedung-gedung gereja serta istana yang dibangun
mencerminkan “hadirnya Surga di dunia ini” dapat dilihat dalam banyak lukisan,
hiasan, kemewahan.
Para
komposer terbaik dari dunia musik klasik Eropa sangat berjaya di era ini. Sebut
saja Claudio Monteverdi, Antonio Vivaldi, George Frideric Handel, Arcangelo
Corelli, dan sang maestro musik klasik, Johann Sebastian Bach. Para komposer
tersebut bekerjasama dengan pemain musik untuk memajukan musik. Mereka membuat
perubahan di notasi musik dan juga menciptakan cara baru dalam memainkan
instrumen musik. Era musik Barok juga merupakan tonggak dari terciptanya dan
diakuinya musik dalam opera. Banyak sekali teknik musik dan konsep musik dari
era Barok masih dipakai hingga saat ini. Kebanyakan dari alat musik klasik seperti
biola dimainkan dengan sangat baik di era ini.
Sebenarnya
perkembangan musik Barok sudah dirintis oleh pengarang musik vokal di akhir
abad ke-16. Di maza Barok ini, Polifoni makin diganti dengan gaya homofoni,
maka harmoni Mayor dan Minor makin dipentingkan dalam susunan chord yang makin
gaya. Birama dan hitungan menjadi penting sebagai dasar untuk bermusik bersama.
Berkembanglah suatu gaya musik baru : Monodi dan Generalbas (akor-akor
pengiring untuk satu suara). Musik ini cocok sekali untuk diisi dengan
suara-suara instrumental untuk memeriahkan suasana. Dan inilah tujuan masa
Barok! Tak dipungkiri. musik instrumental kini sangat maju, mula-mula sebagai
musik pengiring kemudian sebagai musik yang punya tujuan dalam diri sendiri.
Maka tumbuhlah bentuk musik baru: Toccata, fantasia, improvisasi tentang sebuah
nyanyian, variasi, suita, sonata, konser, passacaglia untuk orgel dan Cembalo.
Di kalangan Protestan, berkembang keinginan untuk
merayakan pesta (celebratioan) yang mewah dan mengesan melalui penampilan musik
di dalam gereja. Sejajar dengan opera, di luar gereja timbulah oratorium denn
aria, koor dan musik instrumental dari orkes namun tanpa disandiwarakan,
pengarang oratorium pokok adalah George Frideric Handel. Kantata adalah
oratorium mini yang terutama diciptakan untuk ibadat hari Minggu di gereja
Protestan. Johann Sebastian Bach mengarang lebih dari 200 kantata. Musik orgel
kini mengalami masa jayanya, terutama oleh J.S Bach.
Di kalangan gereja Katolik, berkembang ibadahnya “Devotio Moderna” ialah keinginan untuk
mengungkapkan isi hati secara wajar. Hal ini menjadi dasar untuk karangan misa
dan orkes, yang diselenggarakan di gereja Katedral dan istana. Proprium
Gregorian pun diganti dengan lagu baru. Maka lagu Gregorian makin kurang
dikenal; dirasa terlalu sederhana. Maklumlah manusia Barok mengalami hadirnya
Tuhan dalam ibadat sebagai Raja. Sehingga mulai berani bersuara lantang.
Kemasan yang baru seperti ini bertujuan untuk memuliakan Tuhan dengan
menyajikan hal yang menarik sehingga menyenangkan manusia. Maka dalam gereja
sering terdapat dua koor, permainan instrumen, orgel pun menjadi makin populer.
Sehingga tempat orgel dipindahkan di balkon di belakang, berhadapan dengan
altar. Akibatnya bahwa seluruh ruang gereja dipenuhi dengan bunyi, umatpun
(yang dulu terpisah dari altar) kini diintregrasikan di dalam liturgi. Sikap
berdoa ini memang bertentangan dengan keputusan Konsili Trente yang berulang
kali ditegaskan kembali oleh Sri Paus.
GAYA MUSIK MASA
BAROK
Gaya musik
barok sangatlah terkenal hingga sekarang. Sebut saja Darmstadt overtures dari
Jerman, overtura dari Prancis , allemande dengan tempo sedang, courante dari
Prancis, sarabande yang mempunyai beat antara 40 dan 66 per menit, dan gigue
dari Inggris yang bisa dimulai dari segala beat. Lalu masih ada gavotte yang
dimainkan dengan 4/4 dan selalu dimulai pada beat ke 3 dalam tangga musik.
Gavotte biasanya dimainkan dengan tempo sedang, namun terkadang ada beberapa
komposer dan pemain yang lebih suka memainkannya dengan cepat. Selain itu,
masih ada bourre yang mirip dengan gavotte. Namun, bourre dimainkan dengan 2/2
dan dimulai pada half yang kedua pada beat akhir di tangga nada. Hal ini dapat
menciptakan perbedaan yang unik dalam musiknya. Biasanya bourre dimainkan di
tempo sedang. Namun komposer kenamaan seperti George Frideric Handel memainkan
bourre dengan tempo yang jauh lebih cepat. Lalu, ada minuet yang merupakan
barok dances yang paling terkenal di triple meter. Minuet dimainkan di tempo
sedang dan dapat dimulai di beat manapun dalam tangga nada. Kemudian, masih ada
passepied yang sangat cepat dan sering dimainkan oleh George Frideric Handel
dan Johann Sebastian Bach. Terakhir, ada rigaudon yang dimainkan di duple
meter. Rigaudon diciptakan di Prancis tepatnya di Provence.
Lagu-lagu
instrumental dari era Barok juga sangat banyak. Kita bisa menemukan concerto
grosso, fugue, suite, sonata, partita, canzone dan sinfonia. Masih ada juga
jenis instrumental seperti fantasia, ricercar, toccata, prelude, chaconne,
passacaglia, chorale prelude, dan stylus fantasticus. Jenis musik instrumental
dari era barok terus dimainkan hingga sekarang. (Dari berbagai
sumber/Yis/PRAISE #12)
Bersambung : ERA MUSIK KLASIK (1750-1820)
Era musik KLASIK (1750-1820)
Published On Desember, 12 2012 | By Majalahpraise
Admin
KARAKTERISTIK MUSIK KLASIK
Musik era
klasik dimulai dari tahun 1750 hingga tahun 1820. Era musik klasik terletak di
antara era Barok (PRAISE 11) dan era Romantik (PRAISE 13). Barok berhasil
menggerakkan perasaan manusia. Dengan mengalami pesta yang mewah di dalam dan
luar gereja, manusia terpesona oleh kebesaran Tuhan. Secara tidak langsung,
keadaan tersebut justru membuka suatu jurang antara ibadat dan realita hidup.
Liturgi menjadi tontonan saja yang memang menyenangkan, namun juga tidak
membantu untuk mengatasi kesulitan hidup bersama. Inilah sebabnya pada
pertengahan abad ke-18 timbul gerakan “fajar budi” (Aufklarung) sebagai reaksi
terhadap Barok. Kini tekanan berat diletakkan pada “otak”. Maka Lessing (1778),
Winclelmann(1764), Kant (1781), Fichte Schelling, Hegel menuntut agar supaya
seni dan tradisi kembali kepada hakekatnya: Perwujudannya harus sederhana namun
berbobot, jelas dan sedemikian hingga masuk akal (logis). Maka kini
berkembanglah suatu musik yang kemudian disebut “klasik”, artinya dianggap
sebagai musik tertinggi dalam perkembangan musik Barat. Hal ini disebabkan,
karena musik ini mengungkapkan isinya secara indah namun wajar, seimbang, tanpa
kelebihan apapun. Rasa kaku dari musik Barok (dinamika, keras, tempo yang
tetap, satu tema untuk satu lagu) kini diatasi dengan dinamika dan tempo yang
fleksibel dengan dua tema yang kontras.
Suara pokok yang terutama memakai tangga nada Mayor
(Minor dipandang sebagai mayor yang “menangis”) kini diiringi secara seni dan
hidup Akord-nya mudah dimengerti, namun disamping akord selaras terdapat pula
eksperimen dengan akor janggal.
Selain itu ciri khas musik klasik terletak dalam unsur
“progresif” : Musiknya tidak lagi bersifat “abadi” dengan mengulang-ngulang
satu tema (seperti juga musik gamelan !). Dalam musik Klasik satu motif
(kelompok nada) diulang sambil dirubah, diperkembangkan, dikontraskan dengan
motif lain, hingga terjadilah sesuatu dalam musik, ia merasa terlibat. Hidupnya
diungkapkan dengan akor disonan yang memancing akor konsonan, dalam pembawaan
yang keras dan lembut, dalam variasi bunyi yang bermacam-macam. Karakteristik
musik dari era klasik adalah homophonic yang melodinya di atas iringan akord.
Musik di era ini juga terkenal sangat indah dan elegan dengan ekspresi dan
struktur musik yang dikerjakan dengan sangat sempurna.
Bila
dibandingkan dengan musik era Barok, musik era klasik lebih ringan, lebih mudah
dan tidak membingungkan, serta mempunyai tekstur yang jauh lebih jelas. Melodi
yang dimainkan di era ini biasanya lebih pendek dari era Barok. Ukuran dari orchestra
sangat berkembang baik dalam kuantitas maupun kualitas. Lalu instrument
harpsichord yang sudah tidak digunakan lagi dan digantikan oleh Piano. Pada era
klasik ini, piano dimainkan dengan ditemani oleh Alberti bass dan semakin kaya
dengan suara dan semakin kuat. Bentuk sonata juga sangat berkembang dan menjadi
elemen utama dalam era musik klasik.
KOMPOSER MUSIK KLASIK
Musik Klasik sangat identik terutama dengan musik
instrumental. Maka berkembanglah alat musik baru: terutama piano. Instrumen
kini digandakan menjadi kelompok viol satu, viol dua, alat tiup kayu, alat tiup
logam dan sebagainya. Dengan demikian orkes sinfoni mampu untuk mengungkapkan
perbedaan dalam warna bunyi yang bermacam-macam.
Hanya tiga komponis yang lazim disebut sebagai komponis
klasik : Joseph Haydn (1732-1809), Wolfgang Amadeus Mozart (1756-1791), Ludwig
van Beethoven (1770-1827). Ketiga-tiganya mengarang di Vienna. Karena banyak
sekali komposer yang berkarya di Vienna dan membentuk Viennese School, maka
musik Klasik sering disebut sebagai era musik klasik Viennese atau wiener
klassik dalam bahasa Jerman. Bahkan Hadyn dan juga Mozart (walau hanya selama
dua tahun ) mengarang cukup banyak misa. Tentu juga dalam gaya musik sinfoni.
Terpengaruh oleh “fajar budi”, maka tujuan ibadat tidak dilihat sebagai “syukur
kepada Allah yang transeden”, tetapi
sebagai sarana untuk membangkitkan rasa khidmat dan
saleh dengan menunjuk jalan untuk hidup sebagai manusia yang baik.
Hal ini
mendapat dukungan oleh Paus Benediktus XIV dalam ensiklika “Annus Qui” tahun
1749 dimana gaya teatral musik Barok ditentang di dalam gereja, namun misa
dengan orkes simfoni dibenarkan, asal tidak bertujuan untuk menyenangkan
telinga saja, tetapi untuk menciptakan sikap batin yang saleh. Memang
diharapkan suatu musik “gaya gerejani” sesuai dengan nilai ibadat di hadapan
Alah yang maha tinggi. Dan justru dengan musik klasik, Paus Benediktus
mengharapkan akan tercapai tujuan ini. Namun “fajar budi” menghapus batas
antara musik sakral dan profan dan musik gereja mengikuti kecenderungan yang
baru ini. Maka liturgi makin menjadi kesempatan untuk dipentaskan musik yang
bagus.
Selain ketiga komposer di atas, sebenarnya banyak
sekali komposer-komposer terhebat yang pernah ada di dunia musik, hidup di era
klasik. Selain yang sudah disebutkan di atas, masih ada juga Luigi Boccherini,
Muzio Clementi, Carl Phillipp Emanuel Bach, Johann Ladislaus Dussek, dan
Cristoph Willibald Gluck. Pada masa transisi antara musik Klasik dan Romantik
juga melahirkan banyak sekali komposer kelas dunia. Nama-nama seperti Franz
Schubert, Johann Nepomuk Hummel, Carl Maria von Webber, dan Luigi Cherubini.
Bahkan Ludwig van Beethoven juga berkarir di era ini.
Hal terbaik dari musik klasik adalah mereka menjadi
elemen dasar dari semua musik di era selanjutnya. Bahkan ada ungkapan bahwa
musik klasik tidak akan pernah mati. Contohnya Franz Schubert, Carl Maria von
Weber, dan John Field yang hidup di era transisi dan menjadi generasi klasik
Romantik. Banyak sekali komposer di era setelah era klasik yang masih belajar
dari karya-karya Mozart dan Beethoven. Bahkan keagungan karya dari Beethoven
dalam Moonlight Sonata telah menjadi contoh dan inspirasi dari ratusan karya
lain setelahnya. Bahkan karya dari Mozart masih dimainkan dan dipelajari dalam
harmoni dan orchestra musik setelah 80 tahun kematian dia. Jatuhnya era musik
Klasik ditandai dengan jatuhnya generasi Vienna yang mulai ditinggalkan oleh
komposer ternama di masa itu. Setelah itu, mulailah era musik Romantik. Pada
edisi PRAISE yad akan diketengahkan musik masa Romantik ini.
Situasi dan
keadaan liturgi gereja pada waktu itu makin miskin dan hampa, karena sesudah
meninggalkan tradisi musik gereja (Gregorian dan polifoni klasik) dan dengan
menirukan gaya ibadat di gereja katedral. Tambahan pula, dalam rangka
sekularisasi biara-biara dibubarkan oleh pemerintah, maka lenyaplah pula
kemungkinan untuk menimba kekuatan baru, karena iman umat pun dangkal. Namun
justru kemiskinan inilah memancing kedatangan musik gereja yang baru (dalam
masa Romantik). (Berbagai Sumber/Yis/PRAISE #13). Sumber :
www.majalahpraise.com
Bersambung : MUSIK ERA ROMANTIK
KARAKTERISTIK MUSIK ROMANTIK
Musik era
Romantik dimulai pada tahun 1815 dan berakhir pada tahun 1910. Walaupun
dinamakan era musik Romantik, bukan berarti musik di masa ini hanya berisi
tentang cinta ataupun cinta yang romantik. Sebenarnya era musik tersebut
dinamakan Romantik karena dapat menggambarkan adanya ekspresi pada komposisi
musik pada jangka waktu tersebut. Lalu kenapa disebut Romantik? Sekali lagi
Romantik di sini tidak ada hubungannya dengan cinta. Namun karya-karya dan
komposisi musik yang lebih bergairah dan jauh lebih ekspresif daripada era-era
sebelumnya. Dapat dikatakan bahwa berkembangnya musik Romantis sebagai ungkapan
perasaan perorangan. Manusia melarikan diri dari realita ke dalam dunia bunyi.
Kekayaan bunyi baru diperoleh dengan perwujudan melodi, harmoni dan bentuk
musik secara baru. Pada contohnya, transisi indah dari gerakan ke 3 hingga
gerakan ke 4 dari symphony Beethoven. Pada dasarnya, semua komposer pada era
Romantik mempunyai cara baru yang jauh lebih menarik dari sebelumnya.
Orkesnya
menjadi makin besar. Pemain musik semakin lihai. Perlu dicatat pula, bahwa
masyarakat dari golongan tengah dan rendah makin memainkan peranan di kota.
Maka lahirlah jenis musik baru: Musik hiburan. Di Amerika musik Jazz, di Eropa
musik Salon, musik koor pria, fanfare (Sebuah Fanfare adalah lagu pendek yang
dimainkan oleh terompet dan alat musik tiup lain, sering disertai dengan
perkusi, biasanya untuk keperluan upacara, biasanya untuk bangsawan atau
orang-orang penting), musik rumah (terutama untuk piano), waltz, operet. Opera
yang pernah popular di masanya, namun kini untuk masyarakat telah menjadi hal
yang biasa. Musik Klasik dipentaskan kembali, namun untuk golongan atas.
Karakteristik utama dari musik Romantik sendiri adalah kebebasan lebih
dalam bentuk musik dan ekspresi emosi serta imaginasi dari komposer. Lalu
ukuran dari orchestra yang menjadi semakin besar dan bahkan bisa disebut
raksasa dibandingkan sebelumnya. Hasil karya dari para komposer juga menjadi
semakin kaya akan variasi dari mulai lagu hingga karya pendek dengan piano dan
diakhiri dengan ending yang sangat spektakuler dan dramatis pada puncaknya.
Secara teknik, para pemain musik pada era ini juga mempunyai level sangat
tinggi terutama dalam alat musik piano dan biola. Banyak sekali musisi yang dianggap
sebagai seorang virtuoso di bidang musik. (Virtuoso dari bahasa Italia:
virtuoso, bahasa Latin Virtus, yang berarti: skill, keahlian, excellence. Jadi
Virtuoso adalah seorang yang memiliki kemampuan teknis yang luar biasa dalam
bidang menyanyi atau memainkan alat musik).
Era musik
klasik sendiri ditandai dengan terciptanya symphony berjudul Eroica yang
diciptakan oleh Ludwig Van Beethoven. Era ini merupakan transisi dari era musik
klasik dan modern. Hal inilah yang menyebabkan jenis musik menjadi lebih
sederhana dan lebih mudah. Contohnya, daripada memakai pivot chord, era musik
klasik lebih banyak memakai pivot note. Komposer seperti Beethoven dan Richard
Wagner lebih suka memakai harmonic dan mengembangkan chord yang sebelumnya
tidak dipakai atau juga chord yang diinovasi lebih. Contoh terbaik dari fungsi
harmonic adalah Tristan und Isolde dimana Richard Wagner memakai chord
temuannya, Tristan chord.
Era ini
juga merupakan era opera. Nama Richard Wagner diakui dunia karena ciptaannya di
bidang opera yang sering dimainkan. Lalu opera Carmen hasil karya bizet dari
prancis dan juga opera verismo dari italia yang menggambarkan realitas,
sejarah, dan dongeng melalui indahnya lantunan musik.
MUSIK GEREJA ERA ROMANTIK
Musik gereja abad ke-19 pun menampakkan diri dalam
beberapa lapisan : Di satu pihak terdapat musik tinggi dengan orkes besar
sebagai lanjutan tradisi klasik, namun kini dalam gaya Romantik (Fr. Schubert,
J. Rheinberger, F. Liszt, A. Bruckner A. Dvorak, Ch. F. Gounod, G Verdi, C.
Franck, J. Brahms). Perlu disebut pula bahwa lebih-lebih di Eropah Tengah dalam
abad ke-19 lahir banyak lagu Natal yang bagus-bagus yang terkenal sampai
sekarang bahkan sampai ke Indonesia.
Di lain pihak terjadi suatu reaksi terhadap musik
orkes dalam ibadat: suatu gerakan pertama-tama menghidupkan kembali nyanyian
gereja dari masa Renaissance dan Barok dengan diberi syair baru. Bahkan
nyanyian Gregorian dilatih kepada umat. Usaha ini diperkuat dengan adanya buku
nyanyian gereja seragam untuk setiap keuskupan sendiri. Untuk menghormati bunda
Maria, Hati Yesus, Sakramen Mahakudus terciptalah lagu baru dalam gaya romantis
yang cukup sentimental. Gerakan ini berpangkal dari Dom Gueranger (Perancis)
serta Fx Haberl (Jerman). Namun karena bersaing dan bertentangan dalam studi
terhadap naskah-naskah asli, maka gerakan ini dalam abad ke-19 belum mencapai
sasarannya.
Suatu
inisiatif lain untuk memperbaharui musik gereja (di suatu aliran gereja) adalah
Cecilianisme. Fx. Witt (1834-1888) melihat keselamatan musik gereja dalam usaha
kembali pada musik polifon seperti diciptakan oleh Palestrina (1525-1594).
Dengan mengarang sendiri gaya Palestrina dan dengan mengajak pengarang lain,
maka terkumpullah banyak lagu koor baru yang diterbitkan. Dan supaya dipakai,
maka Witt mendirikan suatu “organisasi S. Cecilia” : Persatuan koor, dirigen
dan organis yang cukup meluas di Jerman dan Austria. Mereka adakan pertemuan
rutin, konggres; semangatmya dibina oleh
Fx Witt sebagai ketua dalam kunjungannya serta kursus-kursus untuk
meningkatkan mutu koor dan nyanyian gereja. Nyanyian gereja diseragamkan,
nyanyian umat dilatih. Namun musik Neo-Palestrina sama sekali lain dari pada
gaya musik abad ke-19; untuk pertama terbukalah suatu jurang antara
perkembangan musik gereja yang berlangsung terus dalam musik gereja Barat
hingga saat ini. (Dari Berbagai Sumber/Yis/PRAISE #14). Sumber :
www.majalahpraise.com
Bersambung : MUSIK ABAD MODERN (1900-2000)
MUSIK ABAD MODERN (1900-2000)
Published On Desember, 12 2012 | By Majalahpraise
Admin
Dari awal abad pertengahan hingga akhir abad ke-19
musik klasik didominasi oleh sistem Tonal. Hingga saat itu perkembangan musik
adalah suatu gerakan yang merupakan reaksi dari jaman sebelumnya. Kebangkitan
Renaisans adalah reaksi dari Abad Pertengahan; Barok adalah reaksi dari
Renaisans, Klasik dari Barok, Romantik dari Klasik. Berbeda dengan yang
lainnya, Modernisme abad ke-20 adalah reaksi terhadap keseluruhan periode
sebelumnya. Hal tersebut karena musik Modern menolak tonalitas (Tonalitas
merupakan sebuah sistem relasi antar nada maupun akor seperti telah banyak
dikenal dalam musik-musik klasik Eropa dan akhirnya juga menjadi standar musik
populer di bumi ini) yang mendominasi musik klasik selama ini. Kontemporer
adalah bersifat kekinian; yaitu belum memiliki batas akhir dan masih terus
berkembang. Musik klasik dalam pengertian jaman atau era, telah berakhir sejak
akhir abad ke-18, sedangkan pengaruhnya masih kuat pada abad ke-19. Namun musik
klasik dalam pengertian umum masih terus dikembangkan dengan berbagai
kemungkinan baru
Musik era abad ke 20 dimulai pada tahun 1900 hingga
tahun 2000. Sedangkan musik kontemporer (Pernah dikupas di PRAISE #7) dimulai
pada tahun 1975 hingga sekarang. Dari tahun 1975 hingga 2000 adalah masa dimana
musik era abad 20 dan kontemporer berjalan berdampingan.
CIRI DAN TOKOH MUSIK ABAD 20
Musik abad 20 diawali oleh Claude Debussy yang
mengusung gaya impresionis. Para komposer benua Amerika memulai karirnya di
bidang musik dan berjaya seperti Charles Ives, John Alden Carpenter, dan George
Gershwin. Masih ada juga Arnold Schoenberg yang lulusan akademi Vienna yang
mengembangkan teknik 12 nada. Alat musik yang digunakan pada era ini terus
digunakan hingga sekarang.
Bentuk dan
tipe musik pada abad 20 ini lebih bervariasi. Para komponisnya sangat bebas
berekspresi dan berimajinasi, tidak terpaku pada suatu aturan tertentu. Jenis
musiknya banyak sekali, dapat berupa neoklasik, ekspresionisme, serialisme,
musik elektronik dan musik minimalis. Contohnya adalah aliran ekspresionisme
dari Schoenberg, neoclassical dari Igor Stravinsky, aliran futurism dari Luigi
Russolo, Alexander Mossolov, Prokoliev, Antheil. Selain musik-musik tersebut,
masih ada aliran microtonal dari Julian Carillo, Alois Haba, Harry Partch, dan
Ben Johnston. Lalu masih ada aliran sosialis dari Prokofiev, Gliere,
Kabalevsky, dan komposer dari Russia lainnya. Selanjutnya, Steve Reich dan
Philip Glass mengusung musik dengan harmony yang simple dan ritme minimalis.
Musik bersifat konkrit dari Pierre Schaeffer dan musik intitusif seperti
Karlheinz Stochausen. Terakhir, ada musik serialisme dari Pierre Boulez, musik
politik dari Pierre Boulez, dan musik aleatoric dari John Cage.
NYANYIAN GEREJA ABAD KE-20
Warna dan pola nyanyian jemaat abad ke-20 mulai
menunjukkan kesan berbeda. Jika diperbandingkan dengan nyanyian jemaat
abad-abad sebelumnya, maka syair-syair baru ini membuka tempat bagi ekspresi
yang bersifat “horisontal membumi”. Yang dimaksud adalah diangkatnya
pergumulan-pergumulan konkret manusia dan tata masyarakatnya dalam bahasa dan
syair nyanyian yang terus terang namun tetap estetis. Ini merupakan hal baru
dalam musik liturgi. Sebelumnya, bahasa nyanyian jemaat sebatas pada ungkapan
keagungan makhluk-makhluk sorgawi dan kesalehan orang per orang.
Suatu topik
“baru”, muncul dalam sejarah musik gereja. Hal ini melengkapi yang telah ada
sebelumnya menjadi tiga tahap. Kita bersyukur bahwa regenerasi dalam nyanyian
jemaat masih berlangsung. Ketiga tahap dalam nyanyian jemaat adalah sebagai
berikut :
• Pada tahap pertama, keagungan Tuhan, kemuliaan
Trinitas menjadi tema nyanyian yang menonjol. Syair nyanyian membicarakan
makhluk-makhluk sorgawi dan melulu dalam bahasa agung, seperti : Te Deum
Laudamus, Gloria Patri, Te Decet Laus, Magnificat, Agnus Dei, dsb. Nyanyian ini
sangat dominan dalam musik Latin hingga Abad-abad Pertengahan dan bahkan
memasuki zaman Reformasi.• Tahap kedua, perilaku dan kesalehan manusia mulai
terungkap secara lebih terbuka. Ungkapan aku dan Engkau – yakni terjadinya
hubungan intim antara manusia dan Allah – mengisi syair-syair dari tahap ini.
Munculnya puritanisme, pietisme, ekspansi negara-negara tertentu, spiritualisme
kulit hitam, dan sebagainya merupakan latar belakang tema-tema ini. • Tahap
ketiga, soal-soal konkret yang dialami manusia dan dunia mulai diungkapkan
dalam bahasa manusia. Masalah keadilan, perdamaian, tata masyarakat,
kemiskinan, kaum buruh, lingkungan hidup, dibicarakan dalam nyanyian jemaat
secara terbuka. Hal ini seperti yang ditulis oleh pemazmur secara nyata, jujur
dan terus terang.
Tahap
kemudian tidak menggantikan tahap sebelumnya. Nyanyian jemaat dari abad-abad
lalu tidak terbuang sama sekali dalam liturgi seiring munculnya tema-tema baru.
Tahap kemudian justru memberikan alternatif dan keragaman. Kini, musik gereja
memperoleh keanekaan dengan masuknya tema-tema baru tersebut.
Suatu studi
tentang masa yang silam mengungkapkan, bahwa gereja Kristen telah mewarisi
kekayaan musik sepanjang abad Baru sumber-sumber seperti: terjemahan dari
lagu-lagu pujian Yunani dan Latin, lagu pujian dan nyanyian untuk paduan suara
dari periode Reformasi; nyanyian mazmur metrikal yang dimasukkan Calvin, Marot,
dan penyanyi mazmur pada zaman itu; lagu lagu pujian Watts, Wesley yang
mengandung unsur “ketenangan manusiawi” dan komposer abad ke-17 dan 18 lain
yang memiliki ajaran doktrin yang kuat, musik-musik Injil dari abad ke-19 dan
ke-20, terutama sangat berguna untuk usaha penginjilan dan akhir abad ke-19 dan
ke-20 dengan penekanan kuat pada tingkah laku kristiani dan tanggung jawab
sosial terhadap Injil. Sebuah lagu pujian gerejawi yang baik seharusnya
mewakili seluruh unsur-unsur komposisi yang baik. masa sekarang dan ke masa
depan menunjukkan banyak trend yang akan menguasai musik gereja injili. Semakin
banyak sekolah Alkitab, akademi, dan seminari yang memberi penekanan dan
pengajaran tentang musik gereja lebih daripada sebelumnya.
Akhir-akhir
ini semakin banyak pimpinan gereja yang tertarik untuk mengembangkan musik
gerejawi. Ada beberapa seminar bahakn sekolah tentang musik. Semakin banyak
gereja yang menyadari akan pentingnya paduan suara dan untuk itu persiapan
memang harus dilakukan sejak usia dini, yaitu sejak di Sekolah Minggu, dan
sesuai dengan kelompok usia. Selamanya, karena musik dan pendidikan memiliki
hubungam erat, maka suatu program musik yang terpadu di gereja merupakan alat
yang penting untuk mengembangkan suatu program pendidikan Kristen yang kuat.
Tetapi, perlu kita akui bahwa masih banyak yang harus dibenahi.
KESIMPULAN
Kenneth W. Osbeck dalam bukunya The Ministry of Music
menyatakan bahwa untuk mencapai program musik yang efektif dan utuh dalam
gereja membutuhkan usaha dan kesabaran. Biasanya ada banyak kendala menghadang,
seperti: kelalaian puas dengan diri sendiri, langkanya latar belakang
pendidikan musik, tradisi, pra sangka. Mungkin juga seorang pimpinan musik di
gereja tidak sampai melihat hasil nyata dari kepemimpinannya khususnya
pelayanan musiknya di gereja.
Dan satu hal yang perlu diingat bahwa musik yang baik
dan program musik yang hebat bukanlah tujuan utama dalam kehidupan berjemaat.
Oleh karena itu program musik gereja harus dititikberatkan untuk menarik
individu-individu kepada karya keselamatan yang sudah diberikan Kristus dan
kemudian memimpin mereka kepada kehidupan Kristen yang lebih penuh dan dipenuhi
Roh Kudus (dari berbagai Sumber/Yis/PRAISE #15). Sumber : www.majalahpraise.com
Nama-nama aliran musik rainesanse dalam gereja dan di luar gereja
ReplyDeleteartikel yang bermanfaan. terima kasih
ReplyDelete